Bismillahir-Rahmanir-Rahim.. Assalamualaikum... Kepada para pengunjung. Tujuan blog ini di wujudkan adalah untuk berkongsi ilmu dan maklumat. Posting-posting dari blog ini tidak terbatas pada satu-satu bab. Ia lebih kepada mengikut citarasa hamba sendiri. Harap maaf jika tidak memenuhi kehendak jiwa serta keselesaan para pengunjung yang berlainan idealogi. Namun hamba tetap menyediakan berbagai label infomasi ( scroll down pada sidebar dibawah dan lihat pada "LABEL" ) untuk dimanfaatkan bersama. Semoga dapat memberi manfaat pada kita semua insyaAllah. wassalam.

JANGAN LUPA TINGGALKAN LINK SUPAYA SENANG AKU NAK MELAWAT DAN FOLLOW KORANG BALIK.. INSYA ALLAH.

Tuesday, June 16, 2009

Tentang Tarekat



Siri 1. Sejarah Awal Tarekat

Dalam tradisi Islam “tarekat” tidak dapat dipisahlan dengan tasawuf. Sebaliknya, tasawuf bisa saja berdiri sendiri. Dalam periode pertama Islam, tasawuf adalah satu bentuk ungkapan keberagamaan seseorang yang sifarnya sangat pribadi, dan tidak terlembagakan dalam suatu tarekat. Orang yang masuk dalam tasawuf bermaksud ingin menegaskan hubungannya dirinya dalam spiritual sebagai hamba (abid) dengan Tuhannya yang disembah (Ma'bud). Selanjutnya dalam periode berikutnya, pola hubungan spiritual dalam dunia tasawuf semakin tersebar di berbagai dunia Islam dan terlembaga melalui organisasi tarekat.

Secara kelembagaam tarekat baru terbentuk sebagai dunia tasawuf pada abad ke 8 (14). Artinya tarekat bisa dianggap sebagai hal yang baru yang tidak pernah dijumpai dalam tradisi Islam periode awal, termasuk dalam jaman nabi. Sehinga umumnya nama tarekat dinisbatkan kepada nama para wali atau ulama yang hidup berabad-abad setelah Nabi.

Sebagai contoh tarekat Qadiriyyah misalnya, dinisbatkan kepada Shaikh Abd Al Qadir Al Jailani (471 -561 H/1079 – 1166), tarekat Suhrawardiyah dinisbatkan kepada Shihab Al Din Abu Hafs Al Suhrawardi (539-632 H /1145 – 1235M), tarekat Rifaiyyah dinisbatkan kepada Abu Al Abbas al Rifai (w. 578 H/1182 M), tarekat Syazilliyah dinisbatkan kepada Abu Al Hasan Ahmad Ibn Abd Allah Al Shazilli (593 – 656 H/1197 - 1258 M), Tarekat Naqshabandiyyah dinisbatkan kepada Baha Al Din Naqshaband (717 -791 H/ 1317 – 1389 M) dan tarekat Syattariyah yang dinisbatkan kepada Abd Allah al Shattari yang wafat pada tahun 890 H /1485 M *)

Kendati demikian, para pengikut tarekat percaya bahwa para Sufi yang namanya dipakai untuk menyebut jenis tarekatnya tersebut tidak bertindak sebagai pencipta berbagai ritual tarekat, seperti zikir dengan berbagai metodenya, melainkan hanya merumuskan dan membuat sistematikanya saja. Sedangkan substansi ajaran-ajarannya sendiri adalah “asli” berasal dari Nabi, dan diterimanya melalui sebuah jalur silsilah yang terhubungkan sedemikian rupa kepada Nabi Muhammad SAW.

Tarekat dibangun di atas landasan sistem dan hubungan yang erat dan khas antara seorang guru (murshid) dengan muridnya. Hubungan murshid dan murid ini dapat dianngap sebagai pilar terpentind dalam organisasi tarekat. Hubungan tersebut diawali dengan pernyataan kesetiaan (baiat) dari seorang yang hendak menjadi murid tarekat kepada shaikh tertentu sebagai murshid.

Teknis dan tatacara baiat dalam tarekat seringkali berbeda satu dengan lainnya, tetapi umumnya ada tiga tahapan penting yang harus dilalui oleh oleh seorang calon murid yang akan melalui baiat, yakni talqin al Dhikr (mengulang-ulang zikir tertentu), akhdh al Ahd (mengambil sumpah), dan libs al khirqah (mengenakan jubah).

Proses inisiasi melalui baiat ini sedemikian penting menentukan dalam organisasi tarekat, karena baiat mengisyaratkan terjalinnya hubungan yang tidak pernah akan putus antara murid dengan murshidnya. Begitu baiat diikrarkan, maka sang murid dituntut untuk mematuhi berbagai ajaran dan tuntunan sang Murshid, dan meyakini bahwa murshidnya itu adalah wakil dari nabi. Lebih dari itu diyakini bahwa baiat juga sebuah perjanjian antara murid sebagai hamba dengan Al Haqq sebagai Tuhannya.

Setelah menjadi murid biasanya perjalanan spiritual (suluk)nya sang murid dimulai dengan mempelajari tasawuf. Berapa lama waktu yang ditentukan oleh sang murid tidak ada ketentuan pasti, dan berhak mengajarkan ilmunya, semuanya tergantung dari Sang Murid sendiri dalam menjalani beberapa tahapan pengalaman spiritual (maqamat) hingga sampai pada pengetahuan tentang al haqiqat (kebenaran hakiki). Beberapa murid bisa saja menyelesaikan pelajaran mistisnya dalam waktu singkat sebagian lainnya perlu waktu lama.

Keluluasan murid ditentukan sang Murshid. Apabila sang murid telah dianggap lulus dalam perjalanan spiritualnya dalam memahami hakikat, maka sang Murshid akan mengangkatnya sebagai khalifah yang proses pengangkatannya biasanya diberikan ijazah (otorisasi atau lisensi).

Dalam dunia tarekat itu selain ada ijazah untuk murid yang naik jadi khalifah, ada juga istilah ijazah yang diberikan kepada murid tetapi bobotnya lebih ringan, yakni ijazah amalan untuk mengamalkan ritual atau zikir tertentu yang diajarkan oleh murshidnya, dan ijazah oleh murid yang dianggap telah menyelesaikan tahap tertentu dari ajaran tarekat dari murshidnya itu. Berbeda dengan yang pertama, kedua ijazah yang terakhir disebut itu tidak memberikan wewenang kepada yang menerimanya untuk mentahbiskan orang lain menjadi anggota tarekat, melainkan hanya untuk yang bersangkutan saja.

Demikian proses masuknya seseorang menjadi murid tarekat melalui baiat, serta proses pengangkatan murid menjadi khalifah melalui proses pengangkatan murid menjadi khalifah melalui pemberian ijazah, demikian polanya. Pada gilirannya proses tersebut melahirkan sebuah mata rantai hubungan spiritual murshid -murid yang disebut silsilah.
(Source : Oman Fathurahhman, Tarekat Syattariyah di Minangkabau, Prenada Media, Jakarta, 2008.)

Salam,
Ferrydjajaprana. multiply. com


0 comments: